Cerita Dewasa Pengantin Baru III - Seks di mobil

[Cerita Seks] Pengantin Baru III - Seks di mobil - Februari. Tahun baru kemarin, kami sudah menempati rumah baru. Ayah Ferdi yang memberikannya sebagai hadiah karena Ferdi sudah pembantunya bekerja selama ini. Rumah kecil sederhana yang sangat cantik.

Bulan ini Ferdi sangat sibuk untuk mempersiapkan skripsi. Dia sering tidur malam dan tidak jarang tertidur di depan laptopnya. Aku tidak tahu mengapa dia begitu tekun menyelesaikannya. Tapi aku suka melihatnya. Melihat wajahnya yang serius sambil memakai kaca mata... Astaga, dia seperti pangeran yang ada dalam komik- komik.

Well, sepertinya aku sudah mulai gila. Aku bukan gadis remaja lagi yang suka bermimpi. Tapi ayolah, memiliki suami seperti Ferdi, siapa yang tidak mengira hidupnya ada dalam negeri dongeng?!

Baiklah, sepertinya aku sudah terlalu lama menatapnya yang sekarang sedang tidur seperti bayi. Pelan-pelan kubuka laci di meja samping tempat tidurku dan mengambil sebuah kamera. Kupotret wajahnya yang sedang tidur. Hal yang kini selalu kulakukan tiap pagi. Kau tidak akan pernah membayangkan berapa banyak foto Ferdi yang sudah kuambil saat ia masih tidur. Itu adalah hal yang wajib kulakukan saat aku bangun dari tidur.

Kalau toh ternyata dia lebih dulu bangun, aku akan memaksanya untuk pura-pura tidur dan memotretnya. Hahahah...

“Kau sudah selesai memotret belum?” gumamnya dengan mata terpejam, membuatku yang sedang mengamati foto yang baru saja kuambil sedikit tersentak.

“Hmm... well, sepertinya nanti foto ini harus ku-edit terlebih dahulu. Lihat air liurmu, euuuh...” Tiba-tiba saja dia menarikku hingga jatuh ke atas tubuhnya. Membuatku sedikit menjerit.

“Apa yang kau lakukan?!” Dia memeluk pinggangku erat,

“Kalau begitu, edit dulu yang ada di sini,”

“YAA... Ferdi, itu sangat menjijikkan!!"

“Bersihkan atau seperti ini selamanya,”

“Kau gila,”

“Aku tidak dengar apapun,”

“Aiiih... baiklah, aku berbohong. Tidak ada air liur yang menetes!!”

“Sudah terlambat...”

Aku mendelik padanya “Kau sengaja, huh?”

Dia terkekeh pelan. Satu tangannya merebut kamera itu dari genggamanku

“Aku tidak suka menunggu, Cik. Tapi untukmu aku akan menunggu selamanya. Bersihkan atau seperti ini selamanya,”

Oh astaga... Kenapa dia harus selalu meminta morning kiss dengan cara yang aneh seperti ini? tapi ini masih lebih bagus daripada dulu dia sengaja makan coklat belepotan dan memaksaku untuk membersihkan mulutnya dengan bibirku, atau kalau dia bangun lebih awal, aku harus memberinya morning kiss lima kali lipat hanya agar dia mau tidur lagi dan aku bisa memotretnya.

Kuraih wajahnya lalu kukecup dagunya. Kukecupi sekitar mulutnya tanpa menyentuh bibirnya.

“Baiklah, sekarang lepaskan aku!!” pintaku.

“Tidak!! Kau belum membersihkan tempat dari air liur itu keluar, Cik!!” katanya sambil menekan kepalaku hingga bibirku menekan bibirnya. Dia mengecup bibirku bertubi-tubi hingga akhirnya berubah menjadi lumatan yang lembut.

“Mmmhh...” aku mulai menikmatinya. Sebenarnya, aku selalu menikmati ciumannya. Kuhisap bibir bawahnya yang lembut.

“Ngghh...“ dia melenguh pelan dan semakin menekan dalam.

FERDI, BANGUN!! KAU HARUS MENYERAHKAN SKRIPSIMU HARI INI!! HEI PANGERAN TAMPAN, CEPAT BANGUN!!!

Sontak aku melepaskan ciuman kami dan langsung terbangun. Menatapnya sebelum sedetik kemudian tertawa keras.

“Itu bunyi alarm-mu, huh? Hahahah... Pangeran tampan? Percaya diri sekali kau!!”

“Ahh...” Ferdi meraih ponselnya dan mematikan alarm itu sambil beringsut duduk.

“Kau membuatnya sendiri? Sangat kreatif!!” ledekku.

Tidak lebih kreatif dari Nyonya Ferdi yang sedang membersihkan mulut suaminya,” sahutnya sambil menatap kamera yang dipegangnya.

“A-apa? Ka-kau memotretnya?? YAA... kembalikan kepadaku!!” Kurebut kamera itu tapi ia dengan sigap mengangkat tangannya dan turun dari tempat tidur.

“Akan kukembalikan setelah kupindah ke tempat yang aman!!” katanya.

“Fer, kembalikan!!!” Aku turun mengejarnya, tapi ia langsung berlari ke kamar mandi dan menutup pintunya. BLAAAM...

“Kau sangat sexy, Sayang!!” teriaknya dari dalam “Kau ingin mengambilnya? Masuk saja, tapi kupastikan kau akan keluar dari kamar mandi ini tanpa tenaga, hahahah...” dia tertawa setan.

“Dasar...“ aku mendengus kesal sambil menendang pintu kamar mandi itu.

‘Tunggu aku di taman belakang jam sebelas nanti,’

Aku membaca pesan dari setan tampan itu sambil mendengus pelan. Ini sudah hampir setengah dua belas dan belum terlihat sama sekali batang hidungnya. Seluruh kampus sekarang tahu kalau Ferdi adalah suamiku. Banyak diantara mereka yang tidak percaya, tapi kami tidak perduli. Seperti yang dia bilang kepadaku, hidup kami adalah milik kami, bukan orang lain.

“Hai... sudah lama menunggu?” tanyanya membuyarkan lamunanku. Ia menjatuhkan dirinya di sebelahku dengan nafas tersengal.

“Ada apa?” tanyaku.
“Dosen botak itu akhirnya menerima skripsiku!!”

“Benarkah? SELAMAT YA...!!”

Cuup... Ia mengecup bibirku kilat, “Anggap ini hadiah dariku, karena selalu mendukungku.” bisiknya.

“Fer, ini di kampus!!”

“Baiklah, Baiklah, ayo kita pergi!!”

“Kemana?”

Tanpa menjawab ia menarik lenganku. Ternyata ia membawaku ke sebuah desa. Aku menatap kebun sayur itu senang. Melihat hamparan warna hijau rasanya sangat menyegarkan. Angin berhembus sejuk. Ferdi memelukku dari belakang, menyandarkan dagunya di bahuku.

“Kau suka?” bisiknya.

Aku mengangguk “Sangat suka,”

“Ada dua tempat yang paling kau sukai di dunia ini, pertama di perpustakaan dan yang ke dua di alam luar, apa aku salah?”

“Tidak... Kau tidak salah,”

Kami menghabiskan hari itu dengan berjalan-jalan di desa. Melihat danau, mencari ikan di sungai. Ah, aku tidak pernah liburan seperti ini sebelumnya dan aku baru sadar, betapa ia sangat mengenalku.

“Fer, setelah ini kita mau kemana?” tanyaku saat kami di mobil, selesai melihat matahari terbenam dari bukit. Benar-benar indah.

“Nikmati saja, Cik. Ini scenario kencan pertama kita yang kurancang khusus untukmu,” jawabnya.

Aku tersenyum mendengarnya. “Terima kasih telah memberiku ide-ide untuk menulis scenario tentangmu di blogku,”

Ferdi mengangguk. “Nah kita sudah sampai, ayo turun!!”

Kami berdua turun dari mobil, ia meraih tanganku dan menuntunku ke suatu tempat. Tempat itu sangat luas dan penuh rumput. Dia membawaku ke bawah sebuah pohon besar dan duduk di bawahnya.

“Ada yang ingin kutanyakan kepadamu!!” ia berkata. “Apa itu?”

Ia merogoh sakunya kemudian mengeluarka sebuah kotak cincin warna merah. “Aku menemukannya di laci!! Kenapa kau tidak memakainya?”

“M-maaf, aku lupa. Dulu di awal pernikahan bukankah kita tidak pernah memakai cincin?! Setidaknya sampai lulus kuliah!”

Ia meraih jariku.

“Tapi sekarang semua sudah tahu kau milikku,” dipasangkannya cincin itu “Mulai sekarang, tidak boleh kau lepas ataupun hilang!”

Aku mengecup bibirnya kilat, “Iya, Fer,”

Dia tersenyum lalu meraih wajahku dan melumat bibirku lembut.

Aku mulai tersadar. Kurasakan seseorang sedang mengecupi bibirku lembut. Aku bergerak pelan.

“Kau sudah bangun?” bisiknya.

“Mmm...”

Ia mengecup bibirku lagi.

“Ada di mana aku?” kupandangi sekeliling, sepertinya kami sedang berada di ruang garasi rumah kami.

“Kita masih di mobil,”

Aku menggeliat pelan lalu memeluk lehernya, membenamkan wajahku ke dalamnya. Kuhirup aromanya. Kukecup lembut kulit lehernya. Ia mengelus-elus punggungku pelan lalu menggigit telingaku.

“Kau membuatku tergoda, Cik,” bisik Ferdi. “Kau saja yang mudah tergoda, Fer,” balasku.

“Aku suka saat kau menggodaku,” ujung hidungnya merambati tulang rahangku, lalu mengecup sudut bibirku sebelum akhirnya melumat bibirku. Ia mulai membasahi bibirku dengan air liurnya. Ferdi melumatnya lembut, sambil sesekali menghisapnya. Rasanya manis. Kubalas ciuman itu hingga bunyi decakan mulai terdengar.

“Mmhh...” aroma nafasnya selalu saja manis. Seperti bau kayu di hutan yang basah oleh air hujan. Manis, segar dan sedikit memabukkan.

Ia mencoba membuka bibirku dengan lidahnya. Kubuka mulutku, membiarkan lidahnya masuk. Ciuman kami semakin basah. Ia semakin menekan dalam bibirku hingga kepalaku harus menekan pintu mobil kuat-kuat.

“Nghhh...” tangan Ferdi mulai menyusup, masuk ke dalam sweter yang kupakai. Aku menggeliat pelan saat tangannya mengusap perutku. Nafasku mulai habis sementara Ferdi tidak mau melepaskan ciumannya.

“Fer... hhh...” aku tersengal. Lalu dengan sekali sentakan, tangan Ferdi mengangkat sweterku, melepasnya dari tubuhku dan melepaskan ciumannya dariku. Dingin AC mobil langsung merayapi kulitku.

“Mmmhh...” Ferdi menghirup kulit leherku dalam-dalam lalu mengecupinya. Tangannya merambat ke punggungku, melepas kaitan braku. Desahnya membuatku bergairah.

Aku mendongakkan wajah, membiarkannya mengecupi leherku dengan bebas. Daerah sensitifku mulai berdenyut-denyut di bawah sana.

“Fer... hhh... kau yakin a-akan... hhh... melakukannya di sini?” tanyaku dengan mata terpejam, menikmati sentuhannya.

“Aku tidak bisa... menahannya... hingga pergi ke kamar, Cik... mmhhh...” Bibirnya mulai turun ke bawah, menyusuri bahuku hingga akhirnya ia menghisap kulitku, memberi tanda merah disana.

“Engghhh...” aku menggeliat saat jari-jarinya memainkan putingku yang sudah terbuka. Aku tidak sadar saat ia melepas bra itu.

“Mmnnhh...” nafas Ferdi terdengar memburu saat memberikan banyak warna merah di bahu dan dadaku. Jemarinya yang kaku memilin-milin kedua putingku lembut.

“Oooh... eengghh...” desahku keras saat bibirnya menggantikan jari-jari itu. Dikulumnya salah satu putingku, membuatnya jadi basah dengan air liurnya. Kutekan kepalanya dan kuremas rambutnya yang halus.

“Mmhh...” dia terus memutar-mutar putingku di dalam mulutnya dengan lidahnya. Jantungku menghentak kuat. Lalu, dihisapnya kuat-kuat. Ia mengemut putingku lalu melepasnya, kemudian mengemutnya lagi, hal itu dilakukannya berulang- ulang. Membuatku terus menggeliat dan mendesah keenakan.

Salah satu tangannya yang bebas, mengangkat paha kiriku dan meletakkannya ke atas dasboard. Ia melepaskan kulumannya di putingku lalu beringsut ke bawah. Mengecupi pahaku dan semakin mengarah ke daerah kewanitaanku. Dibukanya lebih lebar kedua kakiku, juga menyingkap rokku ke atas, kemudian ia menyibak celana dalamku ke samping, memperlihatkan vaginaku yang sudah menganga lebar.

“Ooohhh... Fer... uuuugghh...” aku menjambak rambutnya, meremasnya kuat saat lidahnya menyapu daging vaginaku. Kedutan di vaginaku menjadi semakin kuat.

“Mmhhh...” ia menyapukan lidahnya ke semua belahan vaginaku dan mengulum klitorisku lembut.

“Aakhh... Ferdii... eengghh...” kujepit kepalanya dengan pahaku, menekannya lebih dalam. Ia menggigit-gigit kecil klitorisku. Mengemut, menghisap dan menjilatinya. Lalu, lidahnya menyapu lubang vaginaku.

“Aaarrggh...” aku mendesah keras.
Ia menekan-nekankan lidahnya pada lubang vaginaku yang berkedut-kedut ringan. “Fer, oooh....”
Perlahan, lidah itu mulai menyeruak masuk ke dalam.
“Aaahhh... nggghhh...”

Tiba-tiba saja Ferdi bangun, ia menarik rok sekaligus celanaku. Dan aku tidak ingin menunggu lebih lama untuk melihat dada bidangnya. Kutarik juga kaos lengan panjang yang dipakainya. Dia terlihat hangat daripada pria-pria berotot yang terlihat seperti batu bagiku.

Ferdi pindah ke kursi belakang yang lebih luas, lalu ia menarikku ke atas pangkuannya. Aku merasakan tonjolan yang menekan pantatku. Ia menciumi punggungku yang terbuka sambil tangannya kembali memilin-milin putingku.

“Ngghhh.... Ooohh... Fer... aaaahh...” aku terus mendesah.

“Mmmhhh...” Ferdi mengecupi tengkukku, lalu menghisapnya pelan. membuat tanda merah lagi disana. Kurasakan salah satu tangannya turun ke bawah, menggesek-gesek vaginaku.

“Uuugghh...“ lenguhku saat salah satu jarinya menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku. “Ngghh... Fer... aaah... ahhh...” dan memaju-mundurkannya dengan tempo lambat, membuatku terus menggeliat. Sementara lidahnya terus asyik menjilati leher dan bahuku.

“Akkh...” aku menjerit kecil saat ia memasukkan lagi satu jarinya dan bergerak semakin cepat mengocok vaginaku. “Mmhhh... ngghhh...” desahku sambil memejamkan mata. Tubuhku naik turun menekan-nekan penisnya sementara kedua jarinya masih terus bergerak di lubang vaginaku.

“Nghhh...” ia mendesah pelan.

“Ooohh... Fer... aaah... aaah...” aku merasakan sesuatu yang tiba-tiba mendesak dari lorong vaginaku. “Aaaaaahhhh...” lenguhku keras bersamaan dengan cairan yang keluar dari vaginaku diiringi deyutan kuat disana.

Ferdi meraih tanganku dan mengusapkan jari-jariku pada vaginaku hingga berlumur cairan, lalu ia mengemut jari-jariku yang basah oleh cairan itu. Aku suka melihat wajahnya saat ini. Ia sedang memejamkan mata sambil mengemut jari-jariku dengan penuh nikmat. Kukecup pipinya pelan. Ia membuka matanya dan tersenyum kepadaku.

“Sekarang giliranmu,” bisiknya.

Ferdi merebahkan dirinya di kursi belakang mobil sambil membuka semua jendelanya. Lalu ia menarikku hingga aku jatuh di atasnya. Ia memeluk pinggangku erat hingga payudaraku menempel ke dadanya. Kukecup dagunya, lalu lehernya. Kuhirup aroma tubuhnya yang seperti candu untukku. Kupilin-pilin putingnya sementara ia meremas-remas pantatku. Kujilati lehernya dan membuat gigitan kecil di bahunya.

“Ngghhh... Cik... aku tidak tahan...” bisiknya.
Aku beringsut turun ke bawah, mengelus penisnya yang masih terkurung celana.

“Ooohhhh...” ia mengerang tertahan. Celananya sudah basah, perlahan kubuka ikat pinggangnya lalu melepas celana panjang abu-abu yang ia pakai. Kugesek-gesek penisnya dengan tangan sementara ia meremas rambutku.

“Aaahh... Ciki... ayo kocok... ooohh...” katanya tersendat-sendat oleh nafas yang memburu. Kulepas celana dalamnya hingga penisnya terbebas, berdiri tegak dengan testis berkerut karena terangsang. Ada cairan bening yang keluar, melumer pada ujungnya. Kukecup benda itu dengan lembut.

“Aaaarrghh...” lagi, Ferdi mengerang tertahan. “Sentuh dia, Sayang...” ia meminta. Aku menyentuh ujungnya dengan ujung jari telunjukku, lalu menari-nari pada batang penisnya.

“Aaaahh... jangan mempermainkanku, Cik...” Ferdi menggelinjang.

Aku tersenyum melihat wajahnya yang begitu tersiksa sekaligus terangsang. Dengan mata terpejam, Ferdi terlihat sudah tidak tahan lagi, tapi aku masih belum ingin terburu-buru. Aku selalu menyukai ekspresinya itu. Kuremas pelan batang penisnya.

“Oooohh...” ia langsung melenguh keras. “Aaaah... terus, Cik... ooohh... “ Ferdi mulai meracau saat tanganku mulai mengocok penisnya pelan. Urat-uratnya terlihat jelas. Ujungnya berkedut-kedut menandakan kalau ia sangat terangsang.

“Ooooh... terus seperti itu, Cik... lebih cepat... aaahh...” Kuperlambat gerakanku sambil mengecupi batang penisnya.

“Nggghhh...” mulut Ferdi langsung terbuka menahan kenikmatan.

Kujilati permukaannya yang kasar. Terasa asin. Lalu kusedot biji pelirnya, membuat Ferdi mengerang lagi. Kujilati dan kuhisap-hisap pelan sementara ujung jari telunjukku memainkan ujung penisnya.

“Aakhh... ooohh... Ciki, jangan menyiksaku...” rintihnya.

Kembali kukecup ujung penisnya, menghisapnya pelan.

“Aaaaarrgh... hhhh...” desah Ferdi.

Lalu kumasukkan batang penisnya dan kukulum naik turun. Menyedotnya sambil sesekali menjilatinya seperti menjilati es krim.

“Aahhh... nikmat, Sayang... ooohh... terus... enak...” racaunya sambil meremas kuat rambutku.

Kupercepat gerakan mulutku. Aku merasa penisnya semakin membesar. “Aaarrrggghh...” lenguh Ferdi keras bersamaan dengan cairan yang keluar dari batangnya. Banyak sekali, hampir membuatku tersedak.

Ia menarikku ke atas tubuhnya dan melumat bibirku mesra, membersihkan sperma yang masih menetes keluar dari mulutku. “Mmhh... kerja bagus, Sayang...” bisiknya disela-sela ciuman.

“Nghhh...” aku menghisap bibirnya lembut. Suara decapan terdengar lagi memenuhi ruang garasi yang remang-remang ini.

Ferdi memasukkan lidahnya lagi, mengajakku untuk bertukar air liur. Tangannya meremas pantatku lalu ia membenarkan letak dudukku. Aku tahu maksudnya. Di bawah, penisnya sudah menegang lagi. Menggesek-gesek vaginaku. Tanpa melepaskan ciuman kami, aku menekannya perlahan hingga ujung penisnya mulai masuk ke dalam lubang vaginaku.

“Aaaaaahhh...” ia melepaskan ciumannya dan mendesah saat penisnya dapat masuk seluruhnya ke dalam lubang vaginaku. Aku meringis ngilu namun ada rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh ketika bibir lubang vaginaku ikut tertarik penisnya. Perlahan, tubuhku mulai bergerak naik turun. “Aaah... aaah... ooohhh...” aku mendesah keenakan.

“Mmhhh... ngghhh... hhh...” desah Ferdi tak kalah nikmat sambil menghisapi leherku.

“Uugghh... ooohh... aaaahhh... Fer...” “Nnghhh... lebih cepat lagi, Sayang...“

Tubuh kami basah dan lengket oleh keringat dan cairan-cairan. AC dari mobil, tidak mampu membuat kami merasa dingin. Bau amis cairan kami, melekat kuat menambah gairah.

“Hhhhh... nghhh... hahhhh...” suara Ferdi benar-benar membuatku terangsang. Tidak ada suara seindah desahannya di dunia ini. Bunyi benturan alat kelamin kami terdengar sangat merdu.

“Aaaah... aaah... uuughhh...” aku dapat merasakan penisnya yang menggesek dinding vaginaku dan membentur-bentur dinding rahimku. Menyentuh g-spotku.

“Sssshhh... oooohhh... terus, Cik... hhhh...” “Fer... aaahhh... nghhhh...”

Tiba-tiba Ferdi bangun dari tidurnya hingga posisi kami jadi duduk saat ini. “Jangan berhenti, Sayang,” ia berbisik.

Aku terus melanjutkan gerakanku sambil mengecupi leher dan bahunya. Meremas kuat rambutnya.

“Ooohhh... ssshhh... aaaahhhh...”

“Hhhh... nghhh... ooohhhh... yeaaahh...” tangan Ferdi memegang pingganggku dan membantuku bergerak.

“Aaasshhh...” Sentuhannya di pinggangku, sukses membuat tubuhku menegang. Itu termasuk daerah sensitifku. Perlahan, Ferdi merebahkanku hingga saat ini ia yang berada di atas, memegang kendali dari permainan ini. ia menarik kakiku agar melingkari pinggangnya tanpa melepas kontak kami. Aku memeluk lehernya erat, menenggelamkan kepalanya diantara belahan dadaku. Ia mulai bergerak lagi.

“Uughh... aaasshh... nghhhh...” desahku sambil meremas-remas rambutnya. Bibirnya menjilati dadaku kemudian akhirnya mengulum putingku. Memainkannya lagi di dalam mulutnya.

“Aaahhh... Ferdii... ooohhh...”

Ia bergerak semakin cepat hingga aku merasa mobil ini sebentar lagi akan meledak. “Mmmhhh... hhh... nghhh...” demi apapun, aku ingin mendengar desahanya setiap menit.

“Aaakhh... Fer... ooohhh... aaah... aaah...”

“Hhhhh... Cik... mmmhh...” kini ia beralih ke leherku. Menghembuskan nafasnya yang hangat ke seluruh permukaan kulit leherku. Vaginaku semakin berkedut cepat dan lagi-lagi ada yang ingin mendesak keluar dari sana.

“Aaahh... ssshh... aaaaaakkkhh...” akhirnya akupun menyembur deras. Cairanku meleleh membasahi penis Ferdi, membuat vaginaku menjadi semakin becek hingga decakan alat kelamin kami terdengar semakin keras. Vaginaku masih berdenyut-denyut kuat. Sensasi yang selalu kucari dan kunikmati.

“Nngghhh... ooohhh... Ciki Sayang...” Ferdi menggenjot semakin kuat dan... ”Aaaaarrrgghhh...” lenguhnya panjang sambil menghujamkan penisnya dalam- dalam. Spermanya mengucur mengisi liang rahimku, sebelum kemudian tubuhnya

ambruk di atas tubuhku. Nafas kami sama-sama naik turun. Di bawah, vaginaku dan batang penisnya masih berkedut-kedut pelan. Sisa dari orgasme kami.

“Fer...” bisikku pelan “Jangan lupa membersihkan mobil besok...”

Dia tertawa tanpa suara, “Iya, sekarang waktunya kita tidur,” Ferdi bangun, membuka pintu mobil dan menarikku keluar. Ia melingkarkan kakiku ke pinggangnya, mengangkat tubuhku lalu menendang pintu mobil itu dengan kakinya. Mencabut kunci mobil kemudian membawaku ke kamar kami.

“Citra Sayang...” bisiknya lembut.

“Sudah cukup, Fer,” balasku pelan. Aku tahu dia masih menginginkannya lagi setelah kurasakan penisnya yang bergesekan dengan vaginaku saat ia menggendongku. Tapi hari ini sudah cukup.

“Baiklah...” sahutnya sambil cemberut. Ia merebahkan tubuhku di tempat tidur.

Kukecup kilat bibirnya. “Kita masih punya waktu panjang!” kataku menyemangati.

Dia tersenyum lembut, “Iya,” kemudian ia mengambil selimut lalu menutupi tubuh kami berdua.

“FER, BUKA PINTUNYA!!”

Sam, teman sekaligus tetanggaku sedang menggedor-gedor pintu rumah kami. Tidak lama kemudian pintu terbuka disertai wajah kusut Ferdi.

“Gimana, kau sudah berjanji akan meminjamkan mobilmu kepadaku hari ini, jangan pura-pura lupa!!” kata Sam.

Ferdi yang masih setengah sadar, tidak menggubris kata-kata temannya. Masih dengan celana kolor pendeknya, ia berjalan kembali ke kamar dengan tersaruk- saruk. BLAAAM...!! Ditutupnya pintu dengan keras, membiarkan Sam berdiri sendirian seperti orang bodoh.

“Hei, di mana kunci mobilnya?” teriak Sam sia-sia. Tapi kemudian dia melihat kunci mobil Ferdi yang ada di atas sofa. Tergeletak begitu saja. langsung saja disambarnya benda itu kemudian bergegas menuju garasi. Dihampirinya mobil silver Ferdi dan membuka pintunya.

“SIALAN, KALIAN BERCINTA DI MOBIL YA?!!” teriak Sam frustasi.
Cerita Dewasa Pengantin Baru III - Seks di mobil Cerita Dewasa Pengantin Baru III - Seks di mobil Reviewed by Anonymous on 12/21/2015 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.